Senin, 18 Juni 2012

Rajin Sikat Gigi Kurangi Risiko Kanker

Kesehatan gigi yang buruk dihubungkan dengan kematian prematur karena kanker.

Membersihkan gigi Anda dengan benar dapat mencegah kanker, menurut sebuah penelitian terbaru.

Dengan sampel 1.390 orang, dari tahun 1985 hingga 2009, ternyata didapatkan hubungan antara kesehatan gigi dan kematian akibat kanker.

Dari 1.390 orang itu, 58 sudah meninggal dunia pada 2009. Dan 35 dari 58 orang itu meninggal karena kanker. Ternyata terungkap bahwa 35 orang tersebut memiliki jumlah plak gigi yang lebih tinggi dibandingkan sisa responden yang masih hidup.

Rata-rata usia yang meninggal karena kanker adalah 61 tahun pada wanita dan 60 tahun pada pria. Keduanya dianggap kematian prematur (terlalu cepat).

Meski demikian, para peneliti belum bisa memastikan kaitan yang jelas antara buruknya kesehatan gigi dan kanker. Para peneliti juga tidak yakin apakah itu faktor sebab akibat atau tidak.

"Berdasarkan penemuan sekarang, kadar bakteri yang tinggi di permukaan gigi dan gusi selama jangka waktu yang lama mungkin berperan dalam zat yang menyebabkan kanker," ujar penulis hasil penelitian itu.

Tapi mereka juga mengemukakan satu kemungkinan. Jika orang dengan kesehatan gigi yang buruk juga memiliki kesehatan yang buruk secara umum dan memiliki banyak infeksi, maka ini juga dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap kanker. Saat ini penelitian lebih jauh sedang dilakukan.

Tidak peduli apa pun hasilnya, jagalah selalu kesehatan gigi Anda, atau Anda akan menyesal!

Berjalan Lambat Beresiko Pikun

Perubahan kecepatan seseorang berjalan dapat menjadi sinyal tahap awal risiko demensia.
Para ilmuwan dari Oregon Health and Science University meneliti hubungan antara kecepatan berjalan dengan penurunan kognitif dari 93 peserta.

Peneliti memantau kecepatan berjalan peserta menggunakan sensor inframerah di rumah mereka dan memberikan tes memori dan berpikir selama periode tiga tahun.

Penelitian yang dipublikasikan dalam American Academy of Neurology menemukan bahwa orang-orang yang berjalan lambat lebih mungkin berisiko mengalami penurunan daya ingat yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang terbiasa melangkah dengan ritme cepat.

"Penelitian ini penting karena dapat membantu mendeteksi demensia pada tahap awal dan juga membantu dalam mencegah perkembangan penyakit," ungkap peneliti Dr Hiroko Dodge, dilansir melalui Huffingtonpost, Senin(18/6).

Sebagaimana dilansir Wikipedia, Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan pada otak. Demensia bukan berupa penyakit dan bukanlah sindrom. Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi terjadinya demensia.

Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu, mereka lambat laun kehilangan kemampuan menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut menjadi tidak terkendali.

Jarang Sarapan Picu Obesitas


Berbagai penelitian dan literatur asing ternyata kebiasaan sarapan akan mampu mencegah terjadinya obesitas atau kegemukan seseorang.

Seseorang yang tidak makan pagi akan membalasnya dengan mengonsumsi makanan yang berlebihan saat siang hari.

"Nanti saat sore,  malam hingga menjelang tidur akan terus  makan lagi sehingga menyebabkan terjadi kegemukan," ucap Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS,  Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia dalam  simposium “Start Your Day With Nutritious Whole Grain Breakfast” yang diselenggarakan NestlĂ©  di Hotel Atlet Century Senayan Jakarta.

Dikatakan, berdasarkan berbagai penelitian dengan jumlah sampel 20-3500 orang, 20-55 persen diantaranya tidak sarapan.

"Yang menarik data nasional Riskesda 2010, 35 ribu sekolah untuk anak usai 6-12 th, sebanyak 26,1  persen bukan sarapan nasi tapi minum saja baik  minum putih, teh,  susu  (2,5 persen)," paparnya.
Penelitian yang dilakukan Kompas juga menunjukan  30 persen orang tidak sarapan sarapan sehari sementara yang kadang-kadang dan sarapan 70 persen.

Celakanya tidak semua orang yang sarapan mengonsumsi makanan yang berkualitas yakni sebanyak 45 persen yang diteliti mengonsumsi makanan yang  kurang berkualitas.
Hardinsyah menjelaskan, banyak manfaat dari sarapan ini. Pertama adalah meningkatkan fungsi otak untuk mengingat, menjaga stamina tetap baik dan menjaga ketahanan fisik. (Eko Sutriyanto)

Perut Buncit Picu Hipogonadisme

Perut buncit mengganggu penampilan? Mungkin saja iya, tetapi justru yang mengganggu kesehatan harus diwaspadai. Seperti tumpukan lemak di perut yang berakibat menghambat aktivitas dan kesehatan.

Menurut dr Em Yunir, SpPD-KEMD dari RSCM, lingkar perut laki-laki dewasa yang terlalu besar mampu menghambat produksi hormon testesteron dalam tubuh.

"Normalnya laki-laki tidak boleh memiliki lingkar perut lebih daro 90 sentimeter. Lebih dari itu banyak tumpukan lemaknya di rongga perut," tutur Yunir.

Lanjut Yunir, tumpukan lemak tersebut akan menghasilkan hormon yang menekan testosteron. Setiap produksi testis menjadi lebih cepat, karena hormon testosteron langsung dipecah oleh hormon adipositokin atau hormon dari lemak perut. Jika hormon testosteron di dalam tubuh kurang, berefek tubuh lebih mudah lelah, aktivitas berkurang, hingga terjadi penuaan lebih cepat.

Lalu pada laki-laki yang obesitas, hormon testosteron dapat menurun hingga 30 - 40 persen, jika ditambah dengan penyakit diderita, resiko akan bertambah.

"Kompensasi kekurangan hormon testosteron, testis dipacu menghasilkan lebih banyak hormon. Dan menyebabkan ukuran testis menjadi lebih besar, karena kerjanya lebih berat," kata Yunir.

advertisement